Minggu, 23 Oktober 2011

GPI Award Diberikan kepada Yusril Ihza Mahendra, Ustadz Ba'asyir, dan Habib Rizieq

Atas kegigihan memperjuangkan penegakan syariat Islam di Indonesia, Gerakan Pemuda Islam (GPI) memberikan GPI Award kepada tiga tokoh yang selalu konsisten memperjuangkan amar ma'ruf nahyi mungkar di tanah air. Ketiga tokoh itu yakni, Ulama Islam Ustadz Abu Bakar Ba'asyir, Ketua Umum Front Pembela Islam (FPI) Habib Rizieq Shihab, dan Ketua Majelis Syuro Partai Bulan Bintang (PBB) Yusril Ihza Mahendra.
Penyerahan penghargaan itu dilakukan di Sekretariat GPI, Jakarta, Sabtu sore, bersamaan dengan acara Muhasabah Ramadhan dan buka puasa bersama.
Sekjen GPI Robi Zakir Cahyadi mengatakan, Abu Bakar Ba`asyir menerima penghargaan karena kegigihan dan kesungguhannya dalam menerapkan Syariat Islam secara murni melalui aktivitasnya di berbagai organisasi yang berlandaskan Islam. Selain penghargaan GPI Award, Ba`asyir dinobatkan sebagai Panglima Besar Syariat Islam.
Sementara itu, Habib Rizieq mendapat penghargaan karena kegigihannya dalam menjaga kemurnian Islam. Habib dinilai berjasa dalam mengawal Islam di tengah merebaknya berbagai ajaran yang dianggap sesat.
Sedangkan, Yusril Ihza Mahendra merupakan tokoh yang dinilai konsisten memperjuangkan Syariat Islam di dalam sisten ketatanegaraan Indonesia. GPI menilai Yusril adalah sosok yang aktif di dalam dunia politik sekuler tanpa menjadi sekuler.
Semua penghargaan diterima langsung oleh nama tokoh yang memperoleh Award tersebut, akan tetapi penghargaan untuk Habib Rizieq diterima oleh Sekjen FPI Sobri Lubis, karena Habib Rizieq masih menjalani proses hukum di Polda Metro Jaya.
Menanggapi penghargaan yang diberikan kepada Pimpinan FPI tersebut, Sobri mengucapkan terima kasih dan memberikan apreasiasi yang setinggi-tingginya kepada GPI yang memperhatikan, ikut menilai serta memberikan dukungan sepenuh hati.
"Itu akan menjadi support tersendiri bagi FPI, khususnya bagi Habib Rizieq dan teman-teman yang masih ditahan di Polda Metro Jaya. GPI cukup bersimpati terhadap apa yang sedang dirasakan saat ini, " ujarnya.
Ia berharap, penghargaan ini bisa menjadi penyemangat organisasinya untuk tetap istiqomah dalam berjuang dijalan Allah untuk kepentingan Islam, menegakan amar ma'ruf nahyi mungkar.
http://www.eramuslim.com Senin, 08/09/2008 05:31 WIB 

Rabu, 19 Oktober 2011

Pemerintahan Kecamatan Medan Belawan

Negara : Indonesia
Provinsi : Sumatera Utara
Kota : Medan
Luas wilayah : 26,25 km2
Jumlah penduduk : 91.881 jiwa (2001)
Kepadatan penduduk : 3.500,23 jiwa/km2 (2001)

Kecamatan Medan Belawan adalah salah satu dari 21 kecamatan di kota Medan, Sumatera Utara, Indonesia. Kecamatan Medan Belawan berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang di sebelah barat, Kabupaten Deli Serdang di timur, Medan Marelan dan Medan Labuhan di selatan, dan Selat Malaka di utara

Kecamatan Medan Belawan terdiri dari 6 Kelurahan:
1. Kelurahan Belawan I
2. Kelurahan Belawan II
3. Kelurahan Bagan Deli
4. Kelurahan Belawan Bahagia
5. Kelurahan Belawan Bahari
6. Kelurahan Belawan Sicanang

Senin, 17 Oktober 2011

Kota Pelabuhan Belawan di Masa Tempoe Doeloe

Belawan adalah sebuah kota pelabuhan di pantai timur laut Sumatera, Indonesia. Terletak di Sungai Deli dekat kota Medan, Belawan adalah pelabuhan tersibuk Indonesia di luar dari Pulau Jawa.
Sebuah layanan kapal ferri reguler menghubungkan Belawan ke seberang Selat Malaka ke Penang, Malaysia; pada suatu waktu feri juga menuju rute dari Belawan ke Satun, Thailand.
Pelabuhan itu awalnya dibangun pada tahun 1890, untuk menyediakan lokasi di mana tembakau dapat ditransfer secara langsung antara jalur kereta api dari interior dan mendalam-draft kapal. Pelabuhan diperluas pada tahun 1907 dengan pembangunan bagian-bagian baru yang dimaksudkan untuk pedagang Cina dan pedagang pribumi, menyediakan pelabuhan yang ada untuk pengiriman orang-orang Eropa.
Pada awal abad kedua puluh bisnis pelabuhan berkembang maju, dengan pertumbuhan karet yang besar dan perkebunan kelapa sawit di Sumatra Utara. Pada 1920-an beberapa fasilitas pelabuhan utama dibangun. Pada tahun 1938, pelabuhan belawan adalah pelabuhan terbesar di Hindia Belanda, dalam hal nilai kargo.
Volume kargo menurun drastis setelah kemerdekaan Indonesia, dan tidak mencapai tingkat pra-kemerdekaan lagi sampai pertengahan 1960-an. Sebuah restrukturisasi besar-besaran pada tahun 1985 melihat pembangunan terminal kontainer, hampir segera ditangkap sekitar seperlima dari ekspor Indonesia kemas. Produk utama diekspor meliputi karet, kelapa sawit, teh, dan kopi.

Menguat, Tuntutan Pemisahan Medan Utara - Harian Medan Bisnis

Menguat, Tuntutan Pemisahan Medan Utara - Harian Medan Bisnis

Rabu, 12 Oktober 2011

YUSRIL TETAP TIDAK PUAS ATAS PUTUSAN PENGADILAN DEN HAAG

Meskipun Pengadilan Den Haag telah memutuskan Pemerintah Belanda bersalah atas pembunuhan massa di Rawagede, Bekasi, 9 Desember 1947, mantan Menteri Kehakiman dan HAM Yusril Ihza Mahendra tetap menyatakan ketidakpuasannya. “Memang ini, langkah maju pengadilan Belanda yang patut kita syukuri, namun masih jauh dari memuaskan” kata Yusril dlam rilisnya yang disampaikan ke berbagai media Sabtu, 17 September 2011. Pengadilan Belanda dalam putusannya membenarkan bahwa tanggal 9 Desember 1947, tentaranya telah “membunuhi rakyatnya sendiri” dalam jumlah lebih 400 orang di Jatigede. Karena itu Pemerintah Belanda wajib membayar kompensasi kepada keluarga korban.
Apa yang diputuskan Pengadilan Den Haag itu tetap mencerminkan konservatisme orang Belanda dalam memandang status Indonesia pasca proklamasi 17 Agustus 1945. Pengadilan Den Haag secara implisit menyatakan bahwa Indonesia belumlah merdeka sejak 17 Agustus 1945, sehingga yang dibantai tentaranya di Jatigede adalah “rakyatnya sendiri”. Jadi mereka bukan rakyat Indonesia, tetapi rakyat Hindia Belanda yang masih menyandang status negeri jajahan.  Sampai sekarang, jelas Yusril, Belanda tetap mengakui kemerdekaan Indonesia baru terjadi tanggal 27 Desember 1949 setelah Konfrensi Meja Bundar dan terjadinya “penyerahan kedaulatan” dari Belanda kepada Republik Indonesia Serikat (RIS).
Kalau Pengadilan Den Haag mengakui bahwa Indonesia merdeka sejak 17 Agustus 1945, maka yang dibunuh tentara Belanda di Jatigede bukanlah rakyat Belanda, tetapi rakyat negara lain, sehingga yang dilakukan oleh tentara Belanda adalah kejahatan perang. Kalau demikian, maka tentara Belanda sebenarnya melakukan genosida di Indoensia pasca Perang Dunia II.
Pandangan Yusril mengenai soal di atas sudah lama membuat Pemerintah Belanda berang. Ketika menjadi Menteri Kehakiman, Yusril pernah mengecam Belanda atas perbuatan genosida yang dilakukan oleh Kapten Westerling, baik di Jawa Barat maupun di Sulawesi Selatan. “Orang Belanda tidak perlu mengajari kami tentang HAM. Sebagai bangsa yang ratusan tahun di jajah Belanda, kami lebih mengerti soal HAM daripada orang Belanda” ucap Yusril setelah bertemu Menteri Kehakiman Belanda di Den Haag tahun 2003 dan dimuat besar-besar oleh media massa Belanda. Yusril ketika itu mempersoalkan kejahatan yang dilakukan Westerling, yang menurut anggapannya diketahui dan bahkan direstui oleh Pemerintah Belanda. “Westerling yang telah membantai rakyat negara kami, mendapat Bintang Kehormatan dari Ratu Belanda, sekembalinya dia ke Nederland. Hal itu sangat menyakitkan hati bangsa kami” kata Yusril ketika itu.
Statemen Yusril yang sangat keras di ibukota Belanda itu, membuat ketegangan hubungan diplomatik kedua negara, sehingga Pemerintah Belanda mengancam mau mengusir Dubes kita di sana. Namun Yusril malah balik mengancam, Pemerintah Indonesia juga bisa mengambil langkah yang sama, mengusir Dubes Belanda di Jakarta.  Koran Belanda De Telegraf memuat berita headline dengan judul “Minister van Justitie Yusril Haat Nederlanders” (Menteri Kehakiman Yusril Membenci Orang Belanda), kenang Yusril atas peristiwa yang terjadi 8 tahun yang lalu itu.
Belanda hingga kini masih beranggapan apa yang dilakukan tentaranya di Indonesia antara tahun 1945 sampai dengan tahun 1949 sebagai “aksi polisionil” karena mereka menganggap Indonesia adalah bagian dari wilayah Belanda. Kalau Belanda mengakui Indonesia merdeka sejak 17 Agustus 1945, maka apa yang dilakukan Belanda dalam periode itu adalah agressi militer terhadap negara lain. Apa yang dilakukan oleh Weterling, Van Mook dan lain-lainnya yang melakukan pembantaian haruslah diakui sebagai genosida yang merupakan bagian dari kejahatan perang. “Belanda mestinya dituntut ke Mahkamah Internasional atas kejahatannya di masa lalu” tegas Yusril.

Prof. Yusril Ihza Mahendra "Menteri Indonesia yang Bikin Gerah Belanda"


Menteri Indonesia membenci rakyat Belanda! Begitulah isu yang meramaikan pemberitaan media elektronik dan cetak di Negeri Kincir Angin Belanda. Isu panas itu mencuat selepas wawancara koresponden TV publik NOS di Jakarta, Step Vaessen, dengan Menteri Kehakiman dan HAM RI Yusril Ihza Mahendra.

Adalah pertanyaan Vaessen yang menempuh pendekatan HAM dalam mempersoalkan rancangan revisi KUHP yang memicu Yusril naik darah. Menjawab pertanyaan itu, menteri termuda dalam pemerintahan Megawati ini balik mempertanyakan sikap Belanda yang senantiasa mengkritisi Indonesia soal HAM. Berapa rakyat Indonesia yang dibunuh Belanda di masa itu [penjajahan]? Westerling membantai 40.000 rakyat Sulawesi [Selatan], tapi sampai sekarang apa pernah ada investigasi? I hate them, kecam Yusril seperti disadur Detikcom.

Tak pelak, kalimat terakhir itu lantas menjadi judul utama media Belanda. Geert Wilders dari Partai Rakyat untuk Kebebasan dan Demokrasi (partai berkuasa) lalu menggamit Partai Kristen Demokrat untuk mendesak pemerintah Belanda agar memutuskan hubungan diplomatik dengan Indonesia dan memulangkan dubesnya. Tanpa tedeng aling-aling, Wilders juga menyebut bahwa sentuhan syariah dalam rancangan revisi KUHP sebagai undang-undang barbar.
Ucapan bernada emosional dari Wilders itu merupakan reaksi atas jawaban Yusril yang memang cukup keras dalam meladeni pernyataan Vaessen tentang syariah yang selama ini tidak diterapkan di Indonesia. Syariah tidak diterapkan di Indonesia, jawab Yusril, Karena Pemerintah Belanda tidak menghendaki hukum yang telah hidup di tengah rakyat. Mereka menyebarkan agama Kristen di sini dan jika rakyat Indonesia bisa dikristenkan semua, niscaya kekuasaan Belanda di sini belum berakhir.

Soal pencabutan bebas visa kunjungan sementara (BVKS) bagi warga negara (WN) Belanda tak luput dari sorotan Vaessen. Ia menyoal pencabutan BVKS lantaran WN Barat lainnya boleh mengurus visa on arrival. Begini jawaban Yusril kepada Vaessen. Menteri Kehakiman Belanda kebijakannya juga membeda-bedakan. Mengapa WN Indonesia dipersulit kalau mengurus visa ke Belanda, sedangkan WN Suriname tidak? Padahal Suriname dan Indonesia sama-sama bekas jajahan Belanda.

Benarkah Yusril membenci rakyat Belanda? Wartawan TRUST A. Reza Rohadian, Yus Ariyanto, dan Bajo Winarno mewawancarai Yusril. Siang itu, ia baru saja memberikan orasi ilmiah tentang Mahkamah Konstitusi di depan para wisudawan Sekolah Tinggi Ilmu Hukum IBLAM di Hotel Millennium, Jakarta. Petikannya:

Bagaimana Komentar Anda Terhadap Protes Parlemen Belanda Mengenai Pernyataan Anda?
Kalau ribut kita ladeni, kenapa mesti takut.

Sebagian anggota parlemen belanda mendesak agar pemerintahnya memutuskan hubungan diplomatik dengan indonesia....
Kalau mereka usir dubes kita, dubes dia di sini kita usir juga. (Yusril menjawab sambil tertawa).

Ketika itu pernyataan anda sebenarnya bagaimana?
Itu soal mengganti KUHP. Mereka tidak setuju. Saya bilang kenapa tidak setuju? Memangnya kita masih jajahan Belanda. Belanda mau ganti KUHP-nya sepuluh kali, saya tidak pernah ikut campur. Dia mengkritik KUHP yang akan menyebabkan Indonesia jadi negara barbar kalau hukum Islam diterapkan. Dia kan menggunakan ukuran-ukuran yang ada di Belanda. Di Belanda itu kan homoseks dan lesbian boleh kawin. Ekstasi dan ganja bebas dijual. Jangan menilai negara orang dengan ukuran sendiri.

Sebagai ketua partai islam, anda tak tersinggung dengan pernyataan seorang anggota parlemen belanda yang menyebut syariah islam sebagai undang-undang barbar?
Mereka mau mengibarkan bendera keributan. Mereka tidak hanya akan berhadapan dengan Indonesia, tetapi juga dengan dunia Islam seluruhnya. Di mana pun di dunia ini, agama yang dominan di satu negara akan memengaruhi kesadaran hukum, dan akan memengaruhi corak hukumnya. Siapa yang mengatakan bahwa Pasal 284 KUHP itu tidak dipengaruhi hukum gereja Katolik. (Inti pasal itu, zina menjadi delik pidana bila dilakukan oleh seorang lelaki yang telah beristri dengan wanita lain atau oleh seorang wanita yang telah bersuami dengan lelaki lain). Pasal 284 KUHP yang merumuskan soal zina sebagaimana yang dilakukan salah satu pihak atau dua-duanya dengan orang lain terpengaruh gereja Katolik. Apakah yang semacam itu akan dilakukan di sini? Kesadaran hukum orang di sini adalah setiap perzinaan merupakan hubungan seksual di luar nikah. Tidak peduli dia terikat perkawinan dengan pihak lain atau tidak. Saya sih mau debat dengan mereka. Saya tahu munculnya pasal itu dalam KUHP.

Oh, begitu?
Apakah di Filipina orang kawin bisa cerai? Barang siapa yang sudah dipersatukan oleh Tuhan Yesus tidak bisa dipisahkan oleh manusia. Itu kan dari Injil. Ajaran Injil itu memengaruhi hukum perkawinan Filipina. Atas dasar apa mereka mempermasalahkan kaidah hukum Islam masuk KUHP. Ini negara mayoritas Islam. Akan ganjil jika Pasal 284 itu dipertahankan, yang latar belakangnya aturan dari gereja Katolik. Saya mau debat sampai kiamat dengan mereka soal itu.

Tapi banyak pihak yang menilai sejumlah pasal dalam revisi kuhp ini melanggar ham?
Itu kan maunya orang saja. Amerika juga kalau tidak senang, argumennya selalu melanggar HAM. Sementara dia sendiri tiap hari melanggar HAM. Isu HAM kini dijadikan justifikasi kepentingan sendiri.

Soal dimasukkannya syariah islam itu merupakan desakan dari partai-partai islam atau memang ide dari tim penyusun revisi kuhp?
KUHP itu disusun oleh tim sejak 1982. Dalam GBHN sejak dulu disebutkan untuk membangun hukum nasional menggunakan hukum adat, hukum Islam, dan konvensi yang berlaku. Itu sejak zaman baheula. Hukum Islam dijadikan sumber pembangunan hukum nasional, tetapi tidak langsung, dia [hukum Islam] ditransformasikan. Mengenai pasal zina ti-dak langsung diterapkan, ini karena Islam yang mengatur soal itu membutuhkan empat saksi, orangnya didera. Tetapi definisi zinanya memang diambil dari hukum Islam.

Tapi, sekali lagi, banyak pihak yang berpendapat bahwa diaturnya delik kesusilaan ini merupakan intervensi negara terhadap urusan pribadi warga negaranya.
Apa sih [hukum] yang bukan intervensi negara. [Hukum bagi] orang maling saja itu merupakan intervensi negara. Tanpa intervensi negara, orang bisa bilang, Kenapa negara mau melarang saya maling, orang hobi saya maling.

Persoalannya kan sejauh mana batas-batas intervensinya?
Itu bukan intervensi negara jika ada public opinion. Orang mukul panci tidak dilarang menurut hukum. Tetapi jika pukul 2.00 malam orang memukul panci, ketok-ketok, apa tidak ada public complain? Kalau begitu negara harus mengintervensi.

Lantas mengapa revisi kuhp ini paling cepat baru lima tahun lagi bisa selesai dibahas?
Ya, memang. Karena pasalnya terlalu banyak, hampir 700 pasal. Tidak akan selesai dibahas dalam waktu singkat. Tugas kami mempersiapkan draf itu sampai final serta menyerahkan kepada pemerintah baru dan DPR baru untuk membahasnya. Karena kalau mempersiapkan draf itu saja sudah 21 tahun, DPR membahasnya tidak akan selesai dalam waktu singkat, paling tidak lima tahun. Itu harus ada pansus yang menangani masalah KUHP. Karena, undang-undang yang terdiri dari sekitar 40 pasal saja di DPR bisa dibahas sampai setahun lebih. Apalagi ini 700 pasal.

Artinya perdebatan sekarang itu prematur?
Itu kan hanya dibolak-balik. Misalnya hubungan homoseks, itu jelas. Barang siapa yang melakukan hubungan sejenis di bawah umur 18 tahun dipidana sekian tahun. Tetapi, umurnya kan tidak pernah muncul di koran. Seolah homoseks dipidana. Di Filipina orang melakukan hubungan seks di bawah 18 tahun”meskipun laki-laki dan perempuannya ikhlas dan mau”diancam hukuman mati. Ini kan ada ketentuan berusia 18 tahun. Lalu, soal penanganan kumpul kebo. Ini kan delik aduan. Bahwa dia kumpul kebo dan tidak ada orang lapor, silakan saja. Tetapi, kalau kumpul kebo di kampung dan membuat resah orang sekampung, maka bisa ditangkap. Harus ada aduan publik. Kalau hukum Belanda bukan aduan publik, tetapi aduan pihak yang dirugikan. Ini yang kita ubah. Dari pihak yang dirugikan, menjadi aduan publik. Masa persoalan begini saja orang Belanda harus marah.

Kembali ke soal ribut-ribut dengan parlemen belanda. Mengapa pula pemerintah mencabut fasilitas bvks bagi warga negara belanda?
Saya tanya, apa kita bisa pergi ke Belanda tanpa visa? Kita tidak perlu memberitahukan negara lain soal kebijakan pencabutan fasilitas BVKS kepada negara bersangkutan. Dan negara lain juga tidak perlu mempertanyakan kenapa Indonesia mencabut fasilitas itu. Negara lain pernah mencabut fasilitas itu, dan tidak ada pemberitahuan kepada kami, dan kami tak mempertanyakan hal tersebut.

Omong-omong sudah ada klarifikasi mengenai pernyataan keras anda ini?
Menlu Belanda sudah minta klarifikasi kepada Pak Hasan Wirajuda [Menteri Luar Negeri]. Pak Hasan saja tertawa. Kalau orang dengar wawancara saya selama satu jam dengan televisi Belanda dan televisi lain di Eropa, tidak ada apa-apanya. Masalahnya ketika ditulis di koran, jadi lepas dari konteksnya.

Konteksnya memangnya bagaimana?
Itu kan soal HAM. Saya bilang, Orang Belanda jangan menggurui saya soal HAM-lah. Lebih dari 300 tahun kami dijajah, kami lebih tahu HAM daripada Anda. Ini yang kemudian lari ke mana-mana. Saya katakan bahwa saya tidak suka dengan ketidakadilan itu. Sebenarnya yang dimuat koran Belanda itu terjemahan dari bahasa Inggris ke bahasa Belanda. Saya ditanya apakah benci Belanda, saya katakan, Saya tidak pernah benci dengan seseorang, saya benci sikap tidak adil. Tetapi oleh koran Belanda ditulis lepas dari konteks.